Ini adalah hari ke empat kami berada di Myanmar, atau tepat 3 bulan saya menjomblo
PADA WAKTU ITU....
tapi kalau sekarang.....
Yah.... hampir setahun lah
Perjalanan kami di bagan hari ini adalah menuju Mount Popa, Gunung berapi dengan ketinggian 1518 mdpl, yang memang di jadikan tempat ibadah karena banyak kuil dan patung leluhur di atas sana, tempat ini berjarak 50 km dari kota terdekat yaitu Bagan, dengan waktu tempuh satu setengah jam.
Perjalanan sampai puncak Mount Popa bukanlah hal mudah, lebih tepatnya ada 777 anak tangga yang harus lewati untuk sampai ke puncak dengan sudut yang sangat sempit dan MENGANTRI !!!!
kebayangkan lo, uda Nanjak, Sempit dan Ngantri
rasanya kaya Naik motor Ninja bonceng TIGA..!!
KESEMUTAN tapi GAK BISA BERBUAT APA-APA, walau biji rasanya kaya kecubit walang sangit
gue menghabiskan waktu sekitar 25 menit untuk sampai puncak plus dengan istirahat sambil selfie, kalau om Hardi, selfie sambil istirahat, nah si ariev Istirahat aja tapi ga selfie
#GakPentingTapiDiBahasDanDiUlang
Di atas kita ketemu sama Ningsih warga italia yang solo backpacking dan pernah bertemu sewaktu kami di Mandalay, nama sebenarnya adalah Norma, tapi karena menurut gue nama norma terlalu mainstream, makanya gue ganti jadi Ningsih, ini blog gue, yah suka-suka gue.
#Songong #KemudianDikencinginPembaca
entah kebetulan atau ini yang disebut Jodoh, bak ABG yang ketemu buku stensil, Ariev dan Hardi, nampak begitu semangat berfoto dengan Ningsih
Sedangkan gue nampak begitu tenang mengambil foto mereka berdua sambil berdoa dalam hati,
Ya owoh...Kalau dia memang dia jodohku maka buatlah dia bersanding di sampingku, Tapi Kalau memang bukan maka biarlah dia di berada disamping-Mu
Sesampainya di atas maka gue menemukan pemandangan yang cukup menakutkan, mulai dari patung yang sangat mirip dengan wajah manusia, sampai dengan para peziarah yang nampak menaruh atau menempel uang di badan mereka sambil membakar dupa, dan menyembahnya
Beberapa pernak-pernik di jual di bawah, dan beberapa restaurant yang cukup murah juga ada di tempat wisata ini, kami pun memutuskan untuk makan di salah satu restaurant, dan tak di nyana, kamipun kembali bertemu Ningsih, sambil kembali berdoa dalam hati
'Ya Owoh..Kalau dia memang Jodohku maka dekatkanlah... '
belum sampai selesai Ariev pun bertanya..ki Lo ada Tolak Angin kan .?
Sebagai lelaki gue pun mengeluarkan Tolak Angin satu-satunya untuk diberikan ke Ningsih, gue pun berpikir selama ini masih hal yang wajar gue akan lakukan yang terbaik untuk Ningsih, Toh dia juga ga minta yang aneh-aneh, seperti Membeli sayur, buangin pembalut atau Nyebokin Singa.
waktu berselang dia pun tersenyum
bukan ke arah gue....
melainkan ke arah Ariev, karena Arievlah yang memberi Tolak Angin itu ke tangan dia
Usai dari Mount Popa, Kami pun kembali menuju Bagan, dan di perjalanan kami di hentikan untuk melihat tempat pembuatan minuman Arak setempat, dengan harga 30.000 Kyat/Botol, proses pembuatannya mulai dari pohon, buah, sampai penyulingannya dijelaskan oleh seorang bapak yang nampak cukup fasih berbahasa mandarin kepada saya ..
Ga deng, dia pake bahasa Indonesia #MakinBoong
Tetapi karena ragu apakah bisa atau tidak di bawa ke indonesia maka saya mengurungkan niat untuk membelinya.
minumannya, bukan si bapak
Kami pun tidak lupa untuk menemui Suku Long Neck yang ada di Myanmar, Suku Long Neck ini sebenarnya berasal dari Thailand, akan tetapi karena sulitnya mencari pekerjaan di Thailand maka mereka pun memutuskan untuk mencari nafkah di Myanmar..'Tapi Boong..JengJet.."
Suku Long Neck ini dapat di temui di Myinkaba Village yang hanya berjarak 1 km dari Bagan, dan kami langsung di arahkan ke rumahnya, sumbangan sukarela bisa diberikan untuk foto bersama mereka (ada dua), pada saat itu kami membayar 4.000 Kyat untuk berfoto bersama kami semua secara bergantian, dan satu hal lagi untuk sore hari biasanya mereka berada di Dhammayangyi untuk di jadikan objek foto bersama.
Dhammayangnyi adalah Kuil terakhir yang gue kunjungi sekaligus yang terbesar di Bagan, tetapi gue sudah mulai sore untuk memasuki kuil ini, sehingga begitu masuk ke dalam, gue merasakan kegelapan yang melebihi masa lalu gue, gue dan ariev memberanikan diri untuk tetap mengitari tempat ini Puji Syukur kami pun bisa kembali keluar dan melakukan aksi selfie minimalis dengan gaya ekstrimis
Perjalanan pun di akhiri pada pukul 18.00, dengan tarif 45.000 kyat untuk taksi yang sudah kami sewa selama satu harian, kami pun di turunkan di terminal bus untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Yangoon dengan bus Shwe Mandalar, dan tidak lupa kami makan malam di restoran yang menurut kami memiliki ciri khas tersendiri, yaitu mereka selalu berteriak kepada sesama karyawannya, akan tetapi itu tidak menjadikan hambatan bagi kami untuk makan di tempat itu karena harga yang cukup bersahabat dengan kantong kami
Usai sudah perjalanan gue di Bagan, mulai dari pengetahuan mengenai Thanakha di satu-satunya museum Thanakha di dunia, melihat langsung jutaan pagoda, melihat suasana magis di Mount Popa, sampai dengan pertemuan tali kasih dengan Suku Long Neck yang sudah merantau ke Myanmar.
Akhir kata dari gue..
Bantu indonesia membersihkan para Koruptor di pemerintahan dengan mencoblos No.2
PADA WAKTU ITU....
tapi kalau sekarang.....
Yah.... hampir setahun lah
Perjalanan kami di bagan hari ini adalah menuju Mount Popa, Gunung berapi dengan ketinggian 1518 mdpl, yang memang di jadikan tempat ibadah karena banyak kuil dan patung leluhur di atas sana, tempat ini berjarak 50 km dari kota terdekat yaitu Bagan, dengan waktu tempuh satu setengah jam.
Mount Popa dari Jauh |
Jauh dari Normal |
kebayangkan lo, uda Nanjak, Sempit dan Ngantri
rasanya kaya Naik motor Ninja bonceng TIGA..!!
KESEMUTAN tapi GAK BISA BERBUAT APA-APA, walau biji rasanya kaya kecubit walang sangit
gue menghabiskan waktu sekitar 25 menit untuk sampai puncak plus dengan istirahat sambil selfie, kalau om Hardi, selfie sambil istirahat, nah si ariev Istirahat aja tapi ga selfie
#GakPentingTapiDiBahasDanDiUlang
Selfie ala-ala |
#Songong #KemudianDikencinginPembaca
entah kebetulan atau ini yang disebut Jodoh, bak ABG yang ketemu buku stensil, Ariev dan Hardi, nampak begitu semangat berfoto dengan Ningsih
Sedangkan gue nampak begitu tenang mengambil foto mereka berdua sambil berdoa dalam hati,
Ya owoh...Kalau dia memang dia jodohku maka buatlah dia bersanding di sampingku, Tapi Kalau memang bukan maka biarlah dia di berada disamping-Mu
Sesampainya di atas maka gue menemukan pemandangan yang cukup menakutkan, mulai dari patung yang sangat mirip dengan wajah manusia, sampai dengan para peziarah yang nampak menaruh atau menempel uang di badan mereka sambil membakar dupa, dan menyembahnya
Beberapa pernak-pernik di jual di bawah, dan beberapa restaurant yang cukup murah juga ada di tempat wisata ini, kami pun memutuskan untuk makan di salah satu restaurant, dan tak di nyana, kamipun kembali bertemu Ningsih, sambil kembali berdoa dalam hati
'Ya Owoh..Kalau dia memang Jodohku maka dekatkanlah... '
belum sampai selesai Ariev pun bertanya..ki Lo ada Tolak Angin kan .?
Sebagai lelaki gue pun mengeluarkan Tolak Angin satu-satunya untuk diberikan ke Ningsih, gue pun berpikir selama ini masih hal yang wajar gue akan lakukan yang terbaik untuk Ningsih, Toh dia juga ga minta yang aneh-aneh, seperti Membeli sayur, buangin pembalut atau Nyebokin Singa.
waktu berselang dia pun tersenyum
bukan ke arah gue....
melainkan ke arah Ariev, karena Arievlah yang memberi Tolak Angin itu ke tangan dia
Usai dari Mount Popa, Kami pun kembali menuju Bagan, dan di perjalanan kami di hentikan untuk melihat tempat pembuatan minuman Arak setempat, dengan harga 30.000 Kyat/Botol, proses pembuatannya mulai dari pohon, buah, sampai penyulingannya dijelaskan oleh seorang bapak yang nampak cukup fasih berbahasa mandarin kepada saya ..
Ga deng, dia pake bahasa Indonesia #MakinBoong
Tetapi karena ragu apakah bisa atau tidak di bawa ke indonesia maka saya mengurungkan niat untuk membelinya.
minumannya, bukan si bapak
Kami pun tidak lupa untuk menemui Suku Long Neck yang ada di Myanmar, Suku Long Neck ini sebenarnya berasal dari Thailand, akan tetapi karena sulitnya mencari pekerjaan di Thailand maka mereka pun memutuskan untuk mencari nafkah di Myanmar..'Tapi Boong..JengJet.."
Suku Long Neck ini dapat di temui di Myinkaba Village yang hanya berjarak 1 km dari Bagan, dan kami langsung di arahkan ke rumahnya, sumbangan sukarela bisa diberikan untuk foto bersama mereka (ada dua), pada saat itu kami membayar 4.000 Kyat untuk berfoto bersama kami semua secara bergantian, dan satu hal lagi untuk sore hari biasanya mereka berada di Dhammayangyi untuk di jadikan objek foto bersama.
Dhammayangnyi adalah Kuil terakhir yang gue kunjungi sekaligus yang terbesar di Bagan, tetapi gue sudah mulai sore untuk memasuki kuil ini, sehingga begitu masuk ke dalam, gue merasakan kegelapan yang melebihi masa lalu gue, gue dan ariev memberanikan diri untuk tetap mengitari tempat ini Puji Syukur kami pun bisa kembali keluar dan melakukan aksi selfie minimalis dengan gaya ekstrimis
Perjalanan pun di akhiri pada pukul 18.00, dengan tarif 45.000 kyat untuk taksi yang sudah kami sewa selama satu harian, kami pun di turunkan di terminal bus untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Yangoon dengan bus Shwe Mandalar, dan tidak lupa kami makan malam di restoran yang menurut kami memiliki ciri khas tersendiri, yaitu mereka selalu berteriak kepada sesama karyawannya, akan tetapi itu tidak menjadikan hambatan bagi kami untuk makan di tempat itu karena harga yang cukup bersahabat dengan kantong kami
Usai sudah perjalanan gue di Bagan, mulai dari pengetahuan mengenai Thanakha di satu-satunya museum Thanakha di dunia, melihat langsung jutaan pagoda, melihat suasana magis di Mount Popa, sampai dengan pertemuan tali kasih dengan Suku Long Neck yang sudah merantau ke Myanmar.
Akhir kata dari gue..
Bantu indonesia membersihkan para Koruptor di pemerintahan dengan mencoblos No.2
No comments:
Post a Comment