Tuesday, December 9, 2014

Tibet - Everest #Day6


'Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, Tak pernah berada di atas kepala sendiri, tetapi selalu berada di atas siapa saja'


Mungkin inilah ungkapan yang tepat untuk para Tibetan, yang memang diperbudak di negara sendiri, dimana bangsa Cina pada umumnya selalu menjadi penguasa atas mereka, tetapi senyum simpul selalu gue temukan di wajah mereka tanpa harus bertegur sapa.

Foto di atas adalah salah satu kegiatan kerja keras bangsa Tibetan di negaranya sendiri, dimana masih tersimpan dengan baik di ingatan, pada saat gue melihat seorang wanita yang mengangkat puluhan batu, di saat waktu sudah menunjukkan pkl 21.00 Pm, dimana matahari masih menemani sang pejuang.

Pagi hari di saat gue memulai hari ke enam di Lhasa, Tak lupa gue mengucapkan syukur atas tidur yang berkualitas, napas kehidupan, kasih sayang orang tua, musuh yang menguatkan, dan kamu yang hanya memberikan harapan semu
 Destinasi gue hari ini ada dua tempat, yaitu Jokhang Temple dan Potala Palace

Jokhang Temple dikenal sebagai Kuil yang paling sakral, hal ini juga di dukung oleh karena tempat ini merupakan tempat Jowo Mikyö Dorje, yang dipercaya secara pribadi telah diberkati oleh Sang Buddha
Jowo Mikyö Dorje - Courtessy Google
Kuil ini berada di Bakhor street tempat dimana diadakannya aksi demo besar-besaran penentangan penjajahan bangsa Cina sampai dengan aksi Biksu bakar diri yang fenomenal selalu di adakan di tempat ini, yang juga bersebrangan dengan Potala Palace, sehingga kita bisa membidik Potala palace secara keseluruhan tepat dari atap Kuil ini

Potala Palace

Bangunan yang berlantai 4 ini, memiliki 3 perpaduan design dari 3 tempat yang berbeda yakni Gaya India, Cina dan Nepal, Ubin dari atap perunggu berlapis emas ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan


selain itu bangunan dengan luas 25.000 meter persegi ini menjadi tempat utama bagi para peziarah untuk beribadah dengan mengelilinginya melalu rute Circumambulation atau yang sering disebut KORA yang ditandai dengan 4 dupa besar di setiap sudutnya

Dupa Raksasa
The Pilgrims

 
 

Dua Kijang Emas mengapit roda Dharma yang berada di atap jokhang temple merupakan ikon dari Jokhang, akan tetapi karena minimnya pengetahuan gue tentang Jokhang, sehingga menyebabkan gue tidak mengetahui bahwa patung ini merupakan salah satu 'click bucket list' dari tempat yang dianugerahi world heritage oleh UNESCO

Courtessy Google
Selain tata cara beribadah mereka yang sebagian besar beragama Buddhisme Mahayana

Angkatan Bersenjata dari bangsa Cina yang menempati tibet juga menjadi pusat perhatian gue, di saat gue masih terhening melihat Potala Palace yang memang nyata ada didepan gue, Testoteron gue nampak mendominasi pada saat hati ini berkata ' ki, berani ga lo ngambil foto tuh prajurit yang latihan ? '
Di satu sisi rasionalitas gue menyatakan untuk mengurungkan niat ini, sedangkan hati kecil gue sangat ingin sekali mengambil foto yang memang sangat berbahaya ini

Di saat berjalan di keramaian saja kami sudah di curigai oleh para tentara ini, apalagi di saat gue tertangkap mengambil foto mereka ?


Hati gue berkecamuk untuk memilih antara WANT dengan NEED
Adrenaline gue seolah terpacu tanpa pikir panjang "click" terdengar bunyi kamera dari Nikon D3100 gue, yang langsung memalingkan wajah dan melarikan diri menuju lantai satu sambil berdoa dalam hati

Dan ini lah hasil dari perdebatan hati gue selama beberapa menit


Men take a risk, while a losers take advantage
Tepat pukul 10 kami pun melanjutkan perjalanan menuju Potala Palace menyusuri Bakhor Street dengan berbagai kekayaan jiwa penghuninya, perjalanan singkat ini sangat berarti bagi seorang jiwa petualang seperti gue yang di kekang oleh tour agent yang membatasai akses untuk melihat kearifan lokal






Pukul 11.00 Potala Palace sudah memperlihatkan kemegahannya tepat di depan gue, sambil menyombongkan dirinya yang nampak laku oleh para wisatawan hal ini terlihat dari meng-ularnya antrian di depan tangga masuk, piano saja perlu sebuah tuts indah untuk menjadikannya alunan suara yang merdu, begitu juga dengan perjalanan ini, Terkesimanya kami terhadap aktifitas di sepanjang jalan Bakhor membuat kamu terlambat dari waktu yang telah ditentukan oleh pengelola, sehingga kamipun terpaksa menunggu hampir setengah jam sambil melobi petugas agar kami diperbolehkan masuk ke dalam dengan waktu yang berbeda.
Hal ini perlu menjadi perhatian khusus oleh para tour leader mengingat batasan pengunjung untuk tempat ini hanya 2.300 orang / hari dan Juli-September di naikkan menjadi 6.000 orang / hari.


Menuju potala Palace bukanlah perkara mudah, mengingat ratusan anak tangga yang terlihat menjulang mendekati awan, tetapi gue ga boleh ngeluh ! Pura-pura bahagia di depan pacar aja gue bisa, apalagi cuma naikin anak tangga.

Keceriaan dimulai pada saat gue dan teman-teman menaiki awal anak tangga, dengan penuh semangat dan rasa penasaran menyelimuti pemikiran kami pada saat itu

 
 

Hingga pada saat titik ke dua semua rombongan nampak mulai menunduk kelelahan, dan wajah Jepri sudah mulai nampak pucat, dan mengundang perhatian salah satu turis dari Italy yang nampak mengeluarkan sebuah alat lalu seperti Tensimeter Digital dan menempelkannya ke jari telunjuk Jepri, dalam hitungan detik saja, Jepri disarankan untuk bersitirahat beberapa menit dan tidak melakukan gerakan cepat menuju puncak, sambil mengisi waktu luang gue berusaha untuk merenung di momen kesedihan ini, Iya ! Sedih !
Sedih terharu karena di titik ini gue mengenal arti kehidupan

Rajutan kain hitam besar terbentang menghalangi jalan kami di pintu masuk, dan ketika gue masuk, gue pun terparangah ! selain karena indah dan megahnya kediaman utama dari Pemuka agama dalai lama yang memiliki lebih dari 1.000 kamar, 10.000 tempat pemujaan dan 200.000 patung ini, gue pun terparangah melihat darah yang keluar dari lubang hidung gue !


Tetapi hal ini pun harus gue hadapin dengan tenang, karena ini ga sesakit waktu kita kehilangan sesuatu yang belum kita miliki, seperti mantan calon pacar !

Dalai Lama sebagai pemuka agama tertinggi memang menjadikan tempat ini salah satu ikon dari Tibet hal ini juga ditandai dengan dijadikannya tempat ini sebagai makam dari para dalai lama yang ke - 5, 7, 8, 9, 10, 11 , 12 , dan 13 sedangkan untuk malam Dalai Lama ke - 2, 3, dan 4 ada di dreppung Monastery dan Dalai lama ke - 1 ada di shigatse, sedangkan Dalai Lama ke - 6 dikenal sebagai Dalai lama yang urakan yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya, dan Dalai Lama ke 14 yang melarikan diri ke Dharamshalam, India pada tahun 1959 setelah invasi Cina ke Tibet

Sangat disarankan untuk membawa cukup air minum ditempat ini mengingat dekatnya matahari dengan tempat ini, beberapa penjelasan sangat detail mengenai ruangan-ruangan yang ada di dalamnya, mulai dari makam megah para dalai lama, tempat Dalai Lama di ajar secara private oleh pendaki asal Austria, Heinrich harrer, Tempat dalai lama menerima tamu sampai dengan perpustakaan tempat koleksi buku Dalai Lama, yang terunik dari agama ini mereka benar-benar menyembah benda yang menurut mereka sakral, hal ini terlihat dari banyaknya peziarah yang nampak antri melewati kolong lemari tempat buku-buku koleksi Dalai Lama, hal ini dipercayai dapat memberikan mereka pengetahuan dan wawasan yang luas.

Sebagai Demokrat Anarkis yang minimalis gue pun berusaha menghargai setiap kepercayaan yang ada, Termasuk beberapa kepercayaan seperti :
  1. Di Delcon oleh gebetan adalah pertanda kalau dia uda mulai suka sama gue
  2. Neraka itu ada setelah kepulangan gue dari BEKASI 
  3. Teman lama yang say hello pasti ingin pinjam uang
  4. Sampai kepercayaan bahwa kamu akan berubah kalau kita balikan lagi

 



Akhir kata dari gue TEMPUS FUGIT dan NIL DESPERANDUM !

Sunday, November 16, 2014

Acute Mountain Sickness (AMS) di Tibet


Hal apa yang biasanya lo dapatkan dari berlibur ...? Kesenangan ....? Kebanggaan karena bisa selfie di logo Universal Singapore, atau bisa foto di tengah-tengah menara petronas ...? atau..

Kepuasan karena sudah bisa belanja Giordano made in Indonesia di Hongkong, dan belanja Sepatu Nike fabrique in indonesia di Jepang ?

Akh, itu sudah terlalu mainstream, untuk trip gue kali ini gue dapat Darah ? iya Darah ! ini adalah mimisan kedua gue setelah pertama kali gue dipukul sampe idung gue patah sama teman sekelas yang lemah gemulai waktu 3 SMP. Darah ini ga muncrat secara brutal dari hidung gue, dia juga ga keluar seperti angka 11 dari kedua lubang idung, ini darah pemalu, dia diem aja, ga banyak ngomong, ngumpet di balik selah-selah bulu idung, begitu gue usap pake tissue baru dia nongol !

YAKALEEEEEEE... !!!


"kenapa lagi dagh ini Jep !" Tukas gue spontan sambil menunjukkan tissuenya di Potala Palace.

"Makanya jangan lo tusuk-tusuk idung lo, bego !" Jawab Jepri seraya tertawa.

Gue pun terdiam dan berpikir keras, sambil mengatur napas menaiki anak tangga.

Dalam keadaan seperti ini gue mulai sentimentil, dalam hati gue mengucapkan permintaan maaf kepada pembaca blog gue karena kegantengan gue di anggap sebagai riya (pamer), maaf juga buat rokiyah, wasiatun, Eneng, dan Kodijah yang selama ini BBm kalian cuma gue Read aja, gue juga mau minta maaf buat Papi mami gue, yang selalu gue susahin waktu kecil, karena suka buang susu di balik mesin pompa air, yang sering ngebuang nasi di balik kulkas dan juga kepada semua 'mantan calon pacar'

GUE MINTA MAAF !!


Flashback ke beberapa jam sebelumnya, di saat gue yang masih menyangkal tentang anomali tibet, dan memutuskan untuk mandi sore di hari ke-3 gue menuju Tibet, yang tentunya tidak sesuai dengan rekomendasi Tibet Travel guide Book yang gue baca,
Disarankan untuk mandi setelah hari ke ke-4, tapi emang anak cowo, selalu aja melawan aturan, itulah makanya gue ga suka cowo #Sigh

Sesak, karena Minum Beer ?
Mimisan, Karena Mandi ?


Apakah ini pertanda kalau gue cukup bandel atau gue kurang fasih mengartikan buku panduan dalam bahasa inggris tersebut, atau mungkin ini Azab karena gue masih menyimpan foto mantan sampai saat ini ?

We'll never know, tapi yang pasti perjalanan yang cukup pelik hanya gue dapatkan di Tibet

Setelah kepulangan dari Tibet, Cak Lukik yang memang Himalaism Lovers dan pecinta ketinggian extreme ini memberitahukan bahwa Mimisan gue ini disebabkan sobeknya selaput tipis di hidung gue karena Cuaca dingin yang extreme, dan menariknya lagi penyakit mimisan ini tidak untuk sehari saja, melainkan untuk 8 hari ke depan, yaitu selama gue masih berada di TIBET
Dan tidak pernah gue sesali sama sekali karena Setiap pengalaman yang gue alami akan menjadi sebuah cerita !
 



Tuesday, October 21, 2014

Tibet - Everest #Day 5

Hi... kamu semua yang ditolak cewe karena kurang tinggi, atau lo yang Ganteng tapi pura-pura mati waktu mau dikenalin sama keluarga besar pacar, Hi juga buat lo yang tiap hari ngucapin selamat pagi tapi cuma di read doang

Gimana weekendnya minggu ini ? Ngebosenin ? gitu2 aja ? atau Menyenangkan karena bisa seharian stalkerin Medsos Gebetan..


Cieee...Cie....


Gue uda cukup ngeselin belum pembukaannya ?
Karena kalau uda cukup ngeselin kan biasanya dia ngambek tuh, kalau uda ngambek kan pasti kepikiran terus, terus di diemin 3 jam juga uda minta baikan lagi #eeeaaakkk

Kalau uda gue mau lanjut cerita hari ke 5 gue menuju Everest neh

Negara yang menghabiskan uang cukup banyak sepanjang hidup gue, Negara yang sudah mengajarkan gue arti pentingnya sebuah anugerah yang diberikan oleh TUHAN setiap hari melalui oksigen, Negara yang sudah cukup memberikan makna hidup tentang arti pentingnya Ucapan Syukur setiap hari untuk kehidupan itu sendiri.

Setelah sebelumnya gue terjaga lebih dari 24 jam tidak tertidur, maka hari kedua gue di Tibet dimulai dengan mengunjungi beberapa destinasi seperti Kuil Dreppung, areal Barkor Street dan Biara Sera.

Tibet, really had me at hello..
Itulah awal kalimat gue untuk menjalani hari ini, Tepat pkl 9.00 pagi kami (gue, Jepri dan ke dua polska) dijemput oleh bus yang nampak sudah penuh dengan 8 tourist lainnya.

Yups tourist ! karena mereka menginap di hotel berbintang dan kami ditempatkan di Guest House

Destinasi pertama kami adalah Dreppung Monastery, satu dari 3 Universitas Buddha terbesar di Tibet, Dalai Lama juga belajar di tempat ini dari masa kecilnya sampai tumbuhnya bulu ketiak pertamanya, atau sampai dia siap memimpin agama Buddha di Tibet

Sekitar tahun 1936-1937, tempat ini bisa di huni sekitar 7.700 - 10.000 Biksu pelajar, dan saat ini hanya bisa mencapai 300 Pelajar saja, hal ini disebabkan pembatasan Populasi bangsa Tibet oleh Bangsa Cina, dari persitiwa ini kita bisa melihat bagaimana kejamnya negara Cina ini dalam menjajah Negara Tibet

Letaknya yang berada di gunung Gambo Utse ini menjadikan tempat ini sangat indah untuk melihat kota Tibet.

Negara Atap Dunia dari Atap Biara Dreppung
Pilgrims

Ditempat ini gue banyak mengunjungi beberapa chapel tempat mereka beribadah dan belajar, dan juga memasuki Dapur tradisional mereka, pada saat gue mengatakan Tradisional itu berarti mereka masih menggunakan tungku kayu untuk memasak, penggilingan kayu untuk mengolah Tsampa, tanpa kipas dan penerangan lampu, tapi sungguh disayangkan maraknya wisatawan yang berkunjung di tempat ini membuat mereka Jumawa dan memasang tarif 20 yuan untuk mengambil foto di areal ini, bayangkan kalau foto aja bayar di dapur saja bayar, berapa banyak uang yang harus gue keluarkan untuk tempat wisata yang berikutnya, setelah chapel dan dapur maka tempat selanjutnya adalah main chapel tempat belajar utama mereka, dan gue bisa memasuki tempat ini sambil melihat mereka membaca doa, kalian bisa bayangkan betapa terkikisnya kebebasan beragama di tempat ini, dan ini tidak lepas dari campur tangan Cina, yang turut mengekploitasi tempat ini sebagai tempat wisata, sungguh sedih melihat para wisatawan mengitari mereka tepat di depannya pada saat mereka melafalkan doanya


Seperti kata Elena Gilbert dari film The Vampires Diaries 'Memories are too precious to be Forgotten' mungkin inilah ungkapan kebahagiaan gue setelah berkunjung ke tempat ini
Tepat pkl 12.05 kami pun beranjak ke sebuah restaurant di Yak Hotel, satu-satunya hotel bintang 5 di bilangan Tebet Tibet, Biar Tekor asal Tersohor, itulah motto kami untuk hari ini, karena harga patungan per orang sebesar 40 Yuan, Selesai makan kami melanjutkan perjalanan ke Sera Monastery, Salah satu dari perguruan Biksu lainnya setelah Dreppung Monastery, nama Sera berarti Mawar Liar dalam bahasa Tibet didirikan pada periode 1355-1435, selama pemberontakan Tibet dari Cina tahun 1959, tempat ini memakan korban terbanyak yang terbunuh oleh para tentara Cina, Tempat ini terkenal dengan Sand of Mandala Yamantaka

 
 
 
yaitu Sebuah simbol dari alam semesta yang di tujukan untuk Dewa Yamantaka - Dewa Penakluk Kematian, terbuat dari Pasir dan dibuat oleh 2-3 biksu dalam jangka waktu bulanan, dan setiap tahunnya Mandala ini di hancurkan dan di bagikan kepada rakyat untuk di makan yang dipercaya bisa menjadi berkat, sungguh amat disayangkan tempat ini sudah mengenal uang sehingga, 5 yuan adalah kewajiban bagi para pelancong yang ingin mengambil foto dari mandala, sedangkan gue ?
Yah, Ngumpet-ngumpet ngambil fotonya pake Iphone
Lepas dari tempat ini kami pun melanjutkan menuju tempat yang sudah melegenda di Tibet yaitu areal 'Tibetan Monks Debate" suatu proses debat antar sesama biksu untuk melatih, memperluas pikiran, meningkatkan ketajaman mental, mengembangkan kemampuan analisa tentang ajaran Buddha itu sendiri


Proses ini sendiri di buat cukup unik karena setiap biksu akan menepuk kedua tangan sambil menghentakkan kaki ketika jawaban itu benar.


Tour hari ini kami sudahi pada pukul 17.00 sebelum kami disemayamkan di hotel masing-masing, setibanya kami di hostel gue melihat Jepri membuka semua pakaiannya lalu bersembunyi di balik selimut

Gue pun bertanya "kenapa lo Jep ?"

Jepri pun menjawab "Aneh Man, gue kepanasan deh, badan gue demam, kepala gue pusing lagi"

Dari kejadian ini gue pun tersadar bahwa mau batak karo, Bule, cina, Jelek, Ganteng, Pendek, Bantet, Homo atau Banci sekalipun semuanya bisa terkena AMS, cuma masalah rejeki sama amal baik aja,
Demam, Bibir Kering, kepala Pusing, dada sakit kaya abis dikhianatin sampai rasa kesepian uda mulai berasa di titik ini.
Gue pun bergegas mencari obat AMS untuk mengobati rasa sakit hati ini, obat ini hanya dapat ditemukan di Tibet


Setelah setengah jam di dalam apotek, dengan segala rumus seluruh gerak tubuh gue mencoba mengkomunikasikan obat seperti apa yang gue cari, dan dapatlah obat AMS tersebut dengan harga 35 Yuan, dengan isi 10 botol, itu berarti untuk 5 hari apabila di bagi dua


Gregorz, pria poland itu pun mencoba menawarkan obat AMS dari negaranya karena melihat Jepri yang sudah tampak pucat, dalam keadaan seperti ini beribu pikiran negatif secara liar keluar dari pikiran gue, dan puluhan what-if scenario pun terbayang, hingga satu di antaranya terucap

"Jep, kayanya lo bener deh man, kalau emang kita ga bisa lanjut ke Everest, stay disini aja yah, gue juga parno neh, masih 7 hari lagi, apa iya gue ga bisa tidur terus, di 3000-an Mdpl aja kita uda begini, apalagi di 5000-an..ngeluarin puluhan juta cuma buat sakit, TAI banget... !"

Rasa putus asa sudah mulai menggerogoti pikiran gue saat itu, sambil bersandar gue mengupload foto-foto perjalanan anti-mainstream ini di Path,
Sehingga mengundang banyaknya comment positif dan antusias, repath foto, permintaan teman baru serta pertanyaan tentang seperti apa wisata Tibet

Sedikit demi sedikit aura positif dan aura kasih mulai masuk kembali kedalam pikiran gue.

Gue ga boleh cupu !
Ga boleh takut menghadapi hari esok !
Gue tau bahwa Tibet itu negara gede, mungkin segede dosa gue sama TUHAN.
Tapi gue bukan anggota komplotan mafia pengedar bubuk Abate yang bisa menyerah begitu aja !
Sebagai Backpacker Syariah gue pun harus menggenapi setiap tujuan gue sampai selesai !

Di penghujung malam gue pun meminum dua jenis obat AMS lalu berdoa meminta napas kehidupan, dan tidur yang NYENYAK, karena hampir dua hari tidak tertidur !